Agustus 12, 2009

Kangen

Agustus 12, 2009
Autumn...farewell party at the Indonesian Embassy, Berlin.

Tamu-tamu berjas rapi dan rambut klimis mengkilat mulai berdatangan sejak jam 6 sore, para staf duta besar menyambut mereka dengan uluran salam hangat setelah para tamu menyerahkan undangan. Pesta sederhana itu ditujukan untuk kalangan terbatas.

Di salah satu sofa sudut remang-remang dipenuhi 7 orang laki-laki berkebangsaan Indonesia yang sedang membunuh dingin dengan minum wine sebanyak-banyaknya. Mereka tertawa lepas sambil menenggak air berwarna kuning terang dalam gelas yang dipegangnya. Tak ada larangan ataupun kesungkanan.

Sang duta besar mulai memperkenalkan satu per satu tamu kebesarannya kepada mereka, berbicara sejenak lalu sang tamu meninggalkan tempat itu untuk bersosialisasi.

Sang duta besar menghampiri mereka kembali, memperkenalkan anaknya bersama seorang wanita, tawa berkurang, berubah menjadi senyuman.
“Kalian sudah kenal Erik, tapi belum kenal dokter dokter giginya, iya kan?.” Sang duta besar tersenyum mempersilahkan perempuan bergaun hitam itu berkenalan dengan ketujuh tamunya. Salah satu dari tujuh pria itu enggan bersalaman, tapi ia tetap melakukannya.

Malam semakin larut, alkohol mulai mengisi setiap senti pembuluh darah. Pesta sederhana itu kian meriah saat musik memenuhi ruangan, para tamu menggoyangkan tubuhnya di bawah pengaruh alkohol. Panas mulai menjalar sampai ke ubun-ubun.

Perempuan bergaun hitam yang memperkenalkan dirinya sebagai Rhea hanya duduk di meja bar, menyilangkan kaki kanannya ke atas kaki kirinya, tangannya memegang segelas orange juice. Ia sesekali tersenyum saat melihat ada tamu yang berjoget dengan gaya aneh.

“Kenapa gak ikutan turun juga?” Tegur laki-laki yang tadi enggan berkenalan dengannya.
“My heels killing me.” Jawabnya sambil tertawa geli. Laki-laki itu duduk di sebelah dan memesan segelas orange juice.
“Kamu ngapain disini Re?” Abimanyu itu memandang lekat wanita di sampingnya. “Diundang pesta.”
“Bukan, maksudku...kamu ngapain di Jerman?”
“Oo, sekolah.” Jawaban-jawaban singkat dan datar mulai membuat laki-laki itu jengah, tapi ia menahan diri dan memesan segelas wine.
“Udah berapa lama kamu di sini?” Rhea menoleh dengan pandangan yang menurut laki-laki itu menyakitkan.
“Aku mau ikutan dance. Ayo.” Rhea beranjak dari kursi bulatnya dan mulai menggoyangkan tubuh sensualnya yang terbalut longdress hitam pendek.

Beberapa menit kemudian, Rhea telah tenggelam dalam alunan musik dance yang memacu jantungnya. Tak lagi merasakan pegal di kaki, ia hanya ingin menggerakkan tubuhnya. Tiba-tiba, ia merasakan pelukan halus di pinggangnya dan seseorang menciumi lehernya. Ia mengenali parfum ini, Bvlgari aqua, Rhea terlarut sejenak sampai akhirnya ia menolak.
“Bi, apaan sih lo?!”
“Kenapa Re? Dulu kamu suka dipeluk seperti ini.” Bisik Abimanyu ditelinganya, Rhea melepaskan diri, menolaknya kasar.

* * *
Aroma kopi pagi hari membuat Abimanyu terbangun. Kepalanya terasa sangat berat dan badannya pegal-pegal. Entah bagaimana ia bisa berada di atas tempat tidurnya dan berselimut nyaman. Ia mulai mengangkat tubuhnya, menyelidiki siapa yang telah menyediakannya sarapan pagi di meja.

“Anj***! Gue kelewatan lagi.” Gerutunya.
Abimanyu menghabiskan beberapa menit untuk mengamati longdress hitam yang tergantung di pintu lemari bajunya, dan tas pesta berwarna hitam yang tergeletak di meja kerjanya. Otaknya, yang mulai pulih dari pengaruh alkohol, berpikir siapa pemilik gaun itu. ia tak dapat mengingat apa yang telah terjadi tadi malam di pesta.

Terdengar bunyi senandung dari arah dapur. Isi otak Abimanyu mulai berkecamuk. Kalau ia membawa seorang wanita pulang, mengapa ia tak menyadarinya? Pelan-pelan, Abimanyu meletakkan gelas kopinya di meja dan beranjak ke dapur.

Wanita itu memakai kaos hijau kepanjangan menutupi separuh paha, dan mengikat rambutnya sembarangan. Kepalanya mengangguk-angguk sambil bersenandung kecil.
Abimanyu mendekati, melingkarkan tangannya pelan di pinggang, dan meletakkan dagunya di atas bahu wanita itu. Wanita itu tersentak.
“Bi, apa-apaan sih!!” Rhea berusaha mengusir Abimanyu. “Bi!!”
“I miss you, Re.” Pelukan Abimanyu semakin erat, Rhea berhenti meronta. Ia mematikan kompor gas di depannya, tapi tak berani membalikkan tubuhnya.

Mereka terdiam...
Perlahan, Abimanyu membalik tubuh Rhea, agar berhadapan dengannya.
Rhea melingkarkan tangannya di leher Abimanyu meskipun kakinya harus berjingkat.
Diawali dengan pelukan erat selama beberapa menit, lalu berciuman..

And the story goes...

0 komentar:

Posting Komentar

 
Abby © 2008. Design by Pocket Blogger Templates