Maret 07, 2009

Think, Not Blink !

Maret 07, 2009

Tiara adalah nama seorang perempuan berparas cantik yang saat ini sedang duduk di hadapanku. Terus terang, selama menjadi sahabatnya, aku tak pernah bisa menebak apa yang ada dalam kepalanya, pemikirannya selalu berubah. Dalam hitungan menit, pendapatnya dapat berubah secara signifikan. Ia memintaku untuk tidak membocorkan hal ini, sebagai seorang sahabat tentu aku tak akan mengatakannya kepada siapapun, tapi aku berkata padanya “aku akan menuliskannya untukmu”. Kenapa aku melakukannya? Apakah aku masih menjadi sahabat yang dapat dipercaya? Beyond that questions, I simply want people and other smart girls out there to see that this story which I’m about to tell you is real and it’s happened. Bukan sekedar cerpen atau cerita sinetron yang mengada-ada.

So, read carefully, intreprete it with logics and soulful heart...

Tiara adalah gadis tinggi semampai berambut coklat, berkulit kuning langsat, bertubuh sintal dan menarik, ia telah menikah selama 5 tahun sejak lulus SMA, kini usianya sudah 26 tahun namun belum dikarunia seorang anak. Sejauh ini ia beranggapan dapat menerima bahwa suami yang ia cintai adalah seorang impoten.

Suaminya membelikan Tiara sebuah ruko dan peralatan salon, karena istri tercintanya sangat suka berdandan dan memang terampil. Paling tidak, Tiara memiliki sesuatu untuk dikerjakan di rumah selain menunggu suaminya pulang kerja jam 5 sore setiap hari. Pada awal pernikahan, kehidupan mereka baik-baik saja, salon yang didirikan Tiara mulai banyak peminatnya, termasuk para tante girang dan om-om gatal bermobil mewah. Ia pun mulai mempelajari cara bergaul dengan kaum elite tersebut.

Beberapa tahun berlalu, kebosanan mulai melanda, sepi, tak ada canda tawa yang menghiasi rumah toko itu. Tiara mulai berpikir untuk mencari kesenangan di luar, mulai memanfaatkan aktivitas salonnya untuk berselingkuh dari sang suami. Melayani om-om gatal bermobil mewah di belakang suaminya, ia mulai lupa bahwa ia memiliki seorang suami yang membanting tulang dan melindungi kehidupannya setiap detik. Ia tenggelam dalam pergaulan mewah, hanya untuk sekedar memanfaatkan uang dan menikmati seks terlarang.

Tiara mulai tak terkendali, kini ia hidup dalam kemewahan dan kesenangan. Tanpa anak yang membebaninya. Suaminya mulai ringan tangan dan menghajarnya setiap kali ia pulang larut malam setelah ber-dugem ria bersama om-om kaya. Tiara hanya menangis sebentar lalu melakukannya lagi, tanpa tujuan. Ia pun mulai tak menginginkan kehadiran seorang anak.

Di dalam hatinya, perempuan ini tak ingin menyesali telah menikahi seorang laki-laki impoten, karena ia mencintai suaminya. Di sisi lain, ia membutuhkan nafkah batin yang dapat menyempurnakan hidupnya, mengisi rongga tubuhnya yang kosong. Dilema seorang perempuan yang diharuskan setia, suatu perbedaan gender dalam norma yang membela posisi laki-laki.

Miris melihat sahabatku menjadi pelaku perselingkuhan semacam ini. Sebagai seorang istri, aku yakin seorang wanita dibekali kemampuan ikhlas dan sabar yang luar biasa untuk menerima kekurangan suaminya. Tapi apa yang terjadi jika kesabaran itulah yang membuatnya menyesal? Haruskah menyesal telah menikahi laki-laki yang kita cintai? Apakah itu tandanya kita tak sungguh-sungguh mencintainya?

The deed is done, and this is what happened.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Abby © 2008. Design by Pocket Blogger Templates