Februari 11, 2009

The Perfect One

Februari 11, 2009
Pagi ini aku eneg banget sama yang namanya ‘kecantikan’.

Para filosof-lah yang terlebih dulu mengungkapkan persepsi tentang kecantikan, apa yang dimaksud kecantikan, darimana datangnya penilaian tentang kecantikan, bagaimana seseorang dinyatakan cantik?

Semua pertanyaan tersebut sudah dipikirkan oleh para ahli filsafat, yang tentu saja lebih banyak berpikir dan menggunakan belahan otak kiri, namun mereka tidak dapat membuktikannya secara obyektif.

Cleopatra, Helen of Troy, Ratu Nefertiti, menjadi simbol kecantikan dunia, bahkan Pascal mengatakan bahwa “Jika hidung Cleopatra pesek, maka persepsi dunia juga akan berubah” [Setuju!! Maka kaum Arya tidak akan sesombong ini memiliki hidung mancung, dan pastinya tidak ada seorang perempuan pun yang mau operasi plastik untuk memancungkan hidung].

Kecantikan wajah selalu menjadi aspek yang paling berharga dalam kecantikan manusia. Penilaian kecantikan wajah bersifat subyektif. Pada abad ke-16, seniman Albrecht Durer mengatakan, “Saya tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan kecantikan, tapi yang saya tahu, hal itu mempengaruhi berbagai hal dalam kehidupan.” Beliau mengatakan bahwa wajah yang tidak proporsional dinyatakan kurang estetis, sedangkan fitur-fitur yang proporsional tidak selalu dinyatakan cantik.

Persepsi kita tentang kecantikan wajah didasarkan pada keturunan dan lingkungan. Dasar evolusioner kecantikan wajah antara lain kesimetrisan wajah, dan karakteristik seksual sekunder, yang merupakan persyaratan seleksi seksual, dan mengarahkan kita pada proses reproduksi.

Kini, keidealitasan kecantikan wajah digunakan oleh media massa modern untuk mencetuskan “tampilan sempurna”. Masyarakat akan membandingkan tampilan wajahnya dengan potret individu yang tergambar dalam media massa, yang sebenarnya tidak realistis, hal ini mempengaruhi persepsi masyarakat tentang kecantikan yang ideal, dan jika mereka mendapati tampilannya tidak sesuai dengan potret tersebut, akan timbul ketidakpuasan terhadap citra-tubuh, dan kemungkinan akan mengakibatkan beberapa gangguan, seperti perubahan pengenalan-diri, gangguan pencernaan, dan body dysmorphic disorder.

Nama Ratu Nefertiti, yang berarti ‘the perfect one’, seharusnya tidak menjadi patokan. Bukankah kasihan individu yang mengalami kecacatan wajah? Kepercayaan dirinya akan semakin berkurang dengan adanya persepsi masyarakat yang demikian.

Satu penelitian menemukan bahwa individu yang mengalami kecacatan ringan atau sedang pada wajah, memiliki kepercayaan diri yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang mengalami kecacatan parah. Kemampuan beradaptasi dengan kondisi diri dan lingkungan pada individu yang mengalami kecacatan parah lebih baik, ia telah mengetahui persepsi orang terhadap tampilan wajahnya, meskipun negatif, sehingga dapat membangun mekanisme pertahanan-diri yang lebih baik.

Jadi, ilmu pengetahuan dan seni bersatu membentuk suatu persepsi tentang kecantikan. Keduanya membentuk suatu harmoni kehidupan, menampilkan wajah-wajah yang memiliki estetika tinggi di muka dunia. Manusia-manusia yang kurang percaya diri pun akan semakin menenggelamkan wajahnya dalam ruang operasi bedah plastik.

That’s what I thought.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Abby © 2008. Design by Pocket Blogger Templates